Santa Maria   +  Style

Partikel Supernova, Sebuah Penantian Panjang
Partikel, seri berikutnya dari Supernova, rangkaian novel dahsyat dari Dewi "Dee" Lestari akhirnya siap diedarkan juga. Setelah Ksatria, Puteri dan Bintang Jatuh, lalu Akar, dan disusul Petir, saya sebagai pembaca dan fans setianya hampir lenyap asa menunggu kelahiran Partikel. 

Sekian tahun (7 tahun tepatnya) tak tentu kejelasan kapan partikel dilahirkan, disusul novel-novel dan kumpulan-kumpulan cerita yang terus mengalir, tak satupun menyiratkan jejak dan petunjuk untuk menggapai Partikel. Hingga akhirnya kira-kira 2 minggu lalu terbersit kabar, Supernova- Partikel akhirnya akan dirilis 13 April 2012 pukul 4.44 sore. Lega rasanya penantian panjang akan segera berakhir. 

Tapi kelegaan itu diiringi tanda tanya besar tentang isi Partikel. 

Jujur sebagai fans sejati Supernova, favorit saya adalah Akar. Ceritanya yang rumit, segar, ditingkahi petualangan a la backpacker dan religiusitas tingkat tinggi telah membuai saya terbuai. Serba kemisteriusan karakter-karakternya mampu membius mata dan otak untuk terus-menerus membalik halaman, dan akhirnya berakhir dengan rasa penasaran yang makin menjadi akan cerita selanjutntya. 

Sementara Ksatria, Puteri dan Bintang Jatuh lebih sebagai sebuah breakthrough yang sempurna. Cerita yang berlapis cerita membuatnya unik, sekaligus rumit namun menarik. Ditambah lagi isu homoseksualitas yang diangkat (di tahun tersebut masih sangat amat jarang dibahas) menjadi titik ketertarikan tersendiri sekaligus sensasi. Bahasa scientific nya, walaupun menarik namun masih kalah rumit dan kalah literatur dengan apa yang ditulis Eliza handayani dalam Area X. Namun cukup sebagai sesuatu hal yang beda dan memancing keingintahuan lebih. 

Petir, agak sedikit mengecewakan. Dengan penuturan yang (terlalu) sangat populer, cerita keseharian ini berbalut kekinian (saat itu) dengan munculnya jejaring sosial macam friendster dan cerita tentang sisi gaib yang lazim jadi konsumsi umum di tahun-tahun buku diterbitkan. 
Walaupun saya menyukai karakter Ibu Sati yang seperti guru kehidupan. Namun bab tentang STIGAN itu sungguh sedikit klise. 

Selebihnya saya benar-benar sembah sujud jatuh cinta pada Akar. 
Sosok Bodhi yang misterius. Berseliweran nya tokoh-tokoh tak kalah misterius lainnya semacam Ishtar Summer, Tristan Sanders, hingga Bong!
Setting cerita di Asia Tenggara yang sangat eksotis, sebelumnya tak terbayangkan minimnya transportasi Myanmar-Kamboja-Thailand bisa begitu menarik. Belum lagi kehidupan para pemetik daun opium di jaringan rahasia Segitiga Emas hingga serunya pergolakan geriliyawan Khmer Merah.
Akar juga memberikan pencerahan yang menarik tentang dunia punk, seperti literatur tak resmi tentang hakikat jalan hidup yang satu ini. Jelas tersurat, punk tak cuma gaya eksentrik dan berkeliaran di jalan raya mengamen, memalak atas nama anti kemapanan. Punk dijelaskan secara sebenarnya di sini. Sebuah gaya hidup yang pasti kita (seberapa pun konvensionalnya, pasti anda akan memahaminya). 
Tattoo juga tak kalah menarik diekspose. Beragam teknik, motif, dan filosofi di balik tattoo seperti lepas dari tabirnya. Membuang stigma dan menjadikan nya seni, seperti seharusnya. 
Hal-hal religius kawin dengan aura mistik yang kental. Tentang kekuatan yang lebih besar dari manusia. Tentang hakikat hidup. Hingga "mahluk abadi" yang telah berkelana dari peradaban Mesir hingga Tibet.

Ya, Akar adalah buku favorit saya sepanjang masa. Begitu membius, mendegubkan jantung, dan membuat mata terus melotot tanpa kenal lelah, serta terus mengajak neuron-neuron otak saling meloncatkan impuls-impuls tiada henti. 

Dan sekarang, saya tak sabar untuk terbius Partikel. Menyatu dalam ikatan-ikatan atom kehidupan.